Rabu, 31 Mei 2017

Cerpen 4000-5000 karakter



Hanya Mimpi
Oleh Anisatun Nikmah

Hari itu adalah hari libur. Afifah mempunyai banyak waktu luang untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Dia bangun tidur pukul 4 pagi kemudian sholat, setelah itu mandi kemudian mencuci baju miliknya dan milik orang tua dan adiknya. Sementara itu kedua orang tua Afifah bersiap diri berangkat ke sawah untuk bertani. Setelah menunjukkan pukul 6 pagi suasana rumah pun menjadi sepi. Orang tua Afifah sudah berangkat ke sawah sedangkan adiknya sudah pergi bermain dengan teman sebayanya. Hanya ada Afifah yang berada di dalam rumah. Dia memasak untuk orang tuanya dan diantarkan ke sawah pada pukul 7 pagi nanti. Setelah semua masakan sudah siap, afifah pun bersiap-siap. Dia mengeluarkan sepedanya kemudian memakai kerudung selanjutnya pergi ke sawah.
Tak lama kemudian afifah sampai di sawah tempat kedua orang tuanya bekerja. Memang tidak jauh dari rumahnya. Hanya butuh waktu 10 menit untuk bisa sampai di sana dengan mengendarai sepeda.
“Pak, Buk Afifah sudah membawakan makanan. Ayo istirahat dulu. Sarapan dulu Pak, Buk”, teriak  afifah kepada kedua orang tuanya yang berada di tengah sawah.
“Iya Nak, sebentar lagi Pak’e dan Buk’e selesai”, jawab ibu afifah dengan suara yang lumayan keras.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, kedua orang tua afifah pun menghampiri Afifah yang sedang menunggu di gubug. Afifah sangat senang melihat orang tuanya rukun dan bekerja keras. Terkadang dia juga terharu dengan perjuangan kedua orang tuanya yang begitu semangat bekerja hanya demi anak-anaknya mengenyam pendidikan setinggi mungkin.
Setengah jam pun berlalu. Ayah dan ibu Afifah sudah selesai makan. Mereka pun bersiap-siap untuk melanjutkan pekerjaannya tadi.
“Ndhuk, Mustofa tadi sudah disuruh sarapan apa belum?”, tanya ibu Afifah.
“Belum Bu, tadi waktu Ifah mau ke sawah dia masih sibuk bermain dengan temannya”
“Ya sudah kamu cepat pulang saja, adikmu suruh sarapan dulu. Kamu juga belum sarapan kan? Nganterin makanan ke sini malah ndak mau ikut makan sekalian”
“Ifah makan di rumah saja Buk. Kasian nanti Mustofa makan sendirian di rumah”
“Ya sudah, hati-hati ya pulangnya. Nanti ibu dan ayah pulang agak siang”, ucap Ibu Afifah yang sedang memakai caping bersiap terjun ke sawah.
“Iya Buk”
Sesampainya di rumah Afifah pun mengajak adiknya sarapan bareng. Kemudian  Afifah melanjutkan menyapu dan mengepel lantai. Setelah semua selesai dia beristirahat sambil menonton televisi dan menunggu kepulangan ayah dan ibunya.
Tak terasa waktu pun sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Namun belum ada tanda-tanda kedua orang tua Afifah pulang ke rumah. Dia khawatir karena tidak biasanya kedua orang tuanya jam segitu belum pulang. Kalaupun pulang terlambat selambat-lambatnya pasti hanya sampai jam 10 pagi. Perasaannya tiba-tiba menjadi tidak karuan. Afifah hanya mendoakan semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk pada orang tuanya.
Tak lama kemudian ada suara motor datang. Dan ternyata yang datang benar orang tua Afifah. Namun ada pemandangan yang aneh. Ayah Afifah pulang dengan diboncengkan Pakde Seno, tetangga sebelah. Sedangkan ibu Afifah terlihat menyusul di belakang dengan diboncengkan Yu Darmi, istri dari Pakde Seno.
“Ada apa? Apa yang terjadi pada ayah, Pakde?”, tanya afifah dengan suara gelisah.
“Ndak papa Ndhuk, ayahmu hanya terkilir. Tadi sempat jatuh dari sepeda motor”, jawab Pakde Seno menenangkan.
Kemudian Pakde Seno mengantarkan ayah Afifah ke kursi ruang tamu. Sementara itu, ibu Afifah yang ikut terjatuh bersama ayahnya tidak ada luka serius. Tidak ada kata-kata apapun yang keluar dari mulut Ayah Afifah. Afifah hanya bisa memeluk ayahnya seolah ada rasa rindu mendalam dalam dirinya. Sambil dipelukan ayahnya, afifah ditenangkan ayahnya dengan mengelus kepalanya. Afifah menangis. Takut sesuatu terjadi pada ayahnya.
***
Tanpa sadar Afifah bangun dari tidurnya. Dia memegang handphone-nya dan melihat jam. Kemudian mencoba mengumpulkan ingatan dan menyadarkan diri. Dia teringat tentang mimpi bertemu ayahnya semalam. Entah kenapa tangisnya pecah saat itu juga. Dia sangat menyesalkan semua itu hanya mimpi ingatan masa kecilnya selama ayahnya masih hidup. Pagi itu Afifah tidak bisa mengontrol emosinya. Dia terus menangis mengingat kenyataan bahwa ayahnya sudah meninggal 7 tahun yang lalu ketika ia masih kelas 1 MTs. Rasa kehilangan itu muncul lagi dan menimbulkan rasa sesak di dadanya. Pada kenyataannya sekarang Afifah sudah kuliah di Prodi Pendidikan IPA, Universitas Negeri Semarang. Dan adiknya sudah kelas 3 MTs. Mau tidak mau kenangan semalam hanya mimpi.
Kini Afifah tinggal jauh dari ibu dan adiknya. Hal itulah yang mungkin menambah rasa rindu ingin bertemu dengan keluarganya. Namun Afifah tetap bersyukur karena dipertemukan dengan ayahnya lagi walaupun hanya dalam mimpi.

4 komentar: