Hanya Mimpi
Oleh Anisatun Nikmah
Hari
itu adalah hari libur. Afifah mempunyai banyak waktu luang untuk mengerjakan
pekerjaan rumah. Dia bangun tidur pukul 4 pagi kemudian sholat, setelah itu
mandi kemudian mencuci baju miliknya dan milik orang tua dan adiknya. Sementara
itu kedua orang tua Afifah bersiap diri berangkat ke sawah untuk bertani.
Setelah menunjukkan pukul 6 pagi suasana rumah pun menjadi sepi. Orang tua
Afifah sudah berangkat ke sawah sedangkan adiknya sudah pergi bermain dengan
teman sebayanya. Hanya ada Afifah yang berada di dalam rumah. Dia memasak untuk
orang tuanya dan diantarkan ke sawah pada pukul 7 pagi nanti. Setelah semua
masakan sudah siap, afifah pun bersiap-siap. Dia mengeluarkan sepedanya
kemudian memakai kerudung selanjutnya pergi ke sawah.
Tak
lama kemudian afifah sampai di sawah tempat kedua orang tuanya bekerja. Memang
tidak jauh dari rumahnya. Hanya butuh waktu 10 menit untuk bisa sampai di sana
dengan mengendarai sepeda.
“Pak, Buk Afifah sudah
membawakan makanan. Ayo istirahat dulu. Sarapan dulu Pak, Buk”, teriak afifah kepada kedua orang tuanya yang berada
di tengah sawah.
“Iya Nak, sebentar lagi
Pak’e dan Buk’e selesai”, jawab ibu afifah dengan suara yang lumayan keras.
Setelah
menyelesaikan pekerjaannya, kedua orang tua afifah pun menghampiri Afifah yang
sedang menunggu di gubug. Afifah sangat senang melihat orang tuanya rukun dan
bekerja keras. Terkadang dia juga terharu dengan perjuangan kedua orang tuanya
yang begitu semangat bekerja hanya demi anak-anaknya mengenyam pendidikan
setinggi mungkin.
Setengah
jam pun berlalu. Ayah dan ibu Afifah sudah selesai makan. Mereka pun
bersiap-siap untuk melanjutkan pekerjaannya tadi.
“Ndhuk, Mustofa tadi
sudah disuruh sarapan apa belum?”, tanya ibu Afifah.
“Belum Bu, tadi waktu Ifah
mau ke sawah dia masih sibuk bermain dengan temannya”
“Ya sudah kamu cepat
pulang saja, adikmu suruh sarapan dulu. Kamu juga belum sarapan kan? Nganterin
makanan ke sini malah ndak mau ikut makan sekalian”
“Ifah makan di rumah
saja Buk. Kasian nanti Mustofa makan sendirian di rumah”
“Ya sudah, hati-hati ya
pulangnya. Nanti ibu dan ayah pulang agak siang”, ucap Ibu Afifah yang sedang
memakai caping bersiap terjun ke sawah.
“Iya Buk”
Sesampainya
di rumah Afifah pun mengajak adiknya sarapan bareng. Kemudian Afifah melanjutkan menyapu dan mengepel
lantai. Setelah semua selesai dia beristirahat sambil menonton televisi dan
menunggu kepulangan ayah dan ibunya.
Tak
terasa waktu pun sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Namun belum ada tanda-tanda
kedua orang tua Afifah pulang ke rumah. Dia khawatir karena tidak biasanya
kedua orang tuanya jam segitu belum pulang. Kalaupun pulang terlambat
selambat-lambatnya pasti hanya sampai jam 10 pagi. Perasaannya tiba-tiba
menjadi tidak karuan. Afifah hanya mendoakan semoga tidak terjadi sesuatu yang
buruk pada orang tuanya.
Tak
lama kemudian ada suara motor datang. Dan ternyata yang datang benar orang tua
Afifah. Namun ada pemandangan yang aneh. Ayah Afifah pulang dengan diboncengkan
Pakde Seno, tetangga sebelah. Sedangkan ibu Afifah terlihat menyusul di
belakang dengan diboncengkan Yu Darmi, istri dari Pakde Seno.
“Ada apa? Apa yang
terjadi pada ayah, Pakde?”, tanya afifah dengan suara gelisah.
“Ndak papa Ndhuk,
ayahmu hanya terkilir. Tadi sempat jatuh dari sepeda motor”, jawab Pakde Seno
menenangkan.
Kemudian
Pakde Seno mengantarkan ayah Afifah ke kursi ruang tamu. Sementara itu, ibu
Afifah yang ikut terjatuh bersama ayahnya tidak ada luka serius. Tidak ada
kata-kata apapun yang keluar dari mulut Ayah Afifah. Afifah hanya bisa memeluk ayahnya
seolah ada rasa rindu mendalam dalam dirinya. Sambil dipelukan ayahnya, afifah
ditenangkan ayahnya dengan mengelus kepalanya. Afifah menangis. Takut sesuatu
terjadi pada ayahnya.
***
Tanpa
sadar Afifah bangun dari tidurnya. Dia memegang handphone-nya dan melihat jam. Kemudian mencoba mengumpulkan
ingatan dan menyadarkan diri. Dia teringat tentang mimpi bertemu ayahnya
semalam. Entah kenapa tangisnya pecah saat itu juga. Dia sangat menyesalkan
semua itu hanya mimpi ingatan masa kecilnya selama ayahnya masih hidup. Pagi
itu Afifah tidak bisa mengontrol emosinya. Dia terus menangis mengingat
kenyataan bahwa ayahnya sudah meninggal 7 tahun yang lalu ketika ia masih kelas
1 MTs. Rasa kehilangan itu muncul lagi dan menimbulkan rasa sesak di dadanya. Pada
kenyataannya sekarang Afifah sudah kuliah di Prodi Pendidikan IPA, Universitas
Negeri Semarang. Dan adiknya sudah kelas 3 MTs. Mau tidak mau kenangan semalam
hanya mimpi.
Kini
Afifah tinggal jauh dari ibu dan adiknya. Hal itulah yang mungkin menambah rasa
rindu ingin bertemu dengan keluarganya. Namun Afifah tetap bersyukur karena
dipertemukan dengan ayahnya lagi walaupun hanya dalam mimpi.
Itu ada berapa kata?
BalasHapusBrpa kata tu??
BalasHapuswawawawawwwawawa
BalasHapus5000-7000 kata itu berapa halamankah?
BalasHapus